"Cintanya tidak padam, tapi bermutasi, memberi makna baru, menjadi cinta tanpa ekspektasi."
Saya sadar bahwa setiap tamu yang singgah dalam teras hati saya membawa tujuan dan pelajaran masing-masing untuk dimasukkan dalam cerita hidup saya. Mereka masih TAMU, belum menjadi PENGHUNI dan teman bersama dalam rumah hati ini. Pernahkah kau menarik-narik tamu yang pergi dari rumahmu, menahannya dan memaksanya agar jangan pergi ? Tentu tidak pernah. Karena bukan begitu ETIKA MENYAMBUT TAMU yang baik. Bila ia datang, kita sambut dengan sukacita. Namun bila ia pergi, kita boleh sedih, boleh menangis dalam hati, tapi sangat tidak etis bila kita memaksa menahannya untuk tetap berada di teras hati kita. Kita harus tetap membiarkannya pergi. Nanti, bila ia memang membutuhkan kita lagi, atau Tuhan memang menakdirkan kami untuk bertemu lagi, ia akan menghampiri rumah hati kita lagi, datang di teras hati kita lagi.
Fase ini sangat mendewasakan saya, bagaimana rasanya berada di TITIK NOL, titik terendah, titik paling sedih dan menyakitkan dalam hidup, dan bagaimana BANGKIT melangkah kembali dan melanjutkan hidup dalam waktu yang tak bertoleransi untuk berhenti sedikitpun.
Pertama, saya berpikir bahwa saya harus MELUPAKAN. Tetapi, semua peristiwa yang sudah terekam dalam otak tidak mudah terlupakan begitu saja. Ini bagian dari cerita hidup saya, yang tidak bisa di-delete atau di-undo dengan cara apapun. Kemudian saya berpikir bahwa saya harus mengalihkan fokus saya dari tamu lama dan fokus MENCARI TAMU BARU. Tetapi, fokus ini tidak mudah teralihkan begitu saja. Betapapun kau ingin menyamakan kedua tamumu, kedua orang itu tetaplah berbeda. Bukan dia, ya, dia sang tamu baru tetaplah BUKAN DUPLIKASI dari tamu lamamu.
Kedua, saya harus MENERIMA KENYATAAN, menghargai apa saja yang telah menjadi keputusannya untuk pergi. Awalnya masih ketakutan dan penuh ekspektasi, ekspektasi berharap dia akan kembali lagi, tapi kemudian saya berpikir, tanpa dia, hidup saya pun masih punya arti.
EKSPEKTASI bahwa dia akan selalu ada untuk saya, ekspektasi bahwa kami akan terus bersama hingga Tuhan mengikat janji kami, serta rasa SANGAT PEDULI yang saya berikan ke dia, membuat perasaan saya menerapkan HARAPAN sangat tinggi. Kemudian, kepergiannya tentu diluar ekspektasi saya, diluar dugaan saya, diluar dugaan saya. Inilah yang membuat terciptanya lubang SAKIT HATI.
Kemudian saya sadar, bahwa musuh saya selama ini hanya PIKIRAN saya sendiri. Sehingga, bukan orang lain yang harus saya perbaiki, bukan keadaan yang harus saya ubah, tapi diri saya sendiri yang harus saya atur. Saya harus FOKUS PADA DIRI SENDIRI.
Saya harus mengalihkan fokus, fokus yang tadinya tertuju pada orang lain, sekarang harus saya tujukan pada diri sendiri. Pengalihan fokus ini tentu tidak mudah, saya harus mencari AKTIFITAS, harus mencari pergerakan (MOVEMENT). Pergerakan terbukti jitu untuk mengalihkan fokus. Akan selalu ada pergerakan bagi manusia yang hidup, bila tidak ada pergerakan, maka manusia itu boleh dikatakan mati, dan terperangkap pada pikirannya sendiri. Saya bersyukur pada Tuhan bahwa saat yang sama saya diberi amanah memimpin sebuah program kerja yang besar, program kerja yang sangat menguras tenaga dan pikiran. Pun ada banyak sahabat yang mengajak saya untuk mencari hiburan, agar saya bergerak, agar saya tidak merenung dan terperangkap dalam kesedihan itu lagi.
Lalu mulailah saya BERGERAK, yang lama kelamaan menjadi TERBIASA. Benar kata pepatah, dibalik seorang yang sangat sibuk, ada sesuatu yang berusaha untuk dilupakan. Perlahan demi perlahan, mulai bisa MELEPASKAN, mulai bisa lebih TULUS merelakan. Hal ini menimbulkan sebuah hal baru yang saya rasakan, yaitu MENGIKHLASKAN.
Ketika kita sudah ikhlas, maka kita tidak berharap lebih. Kita tidak berharap pamrih. Saya tidak berharap apa-apa lagi, biarkan semua mengalir apa adanya. Move on mengajarkan kita bahwa cinta yang tulus bukanlah CINTA YANG PENUH EKSPEKTASI, namun CINTA TANPA EKSPEKTASI.
Dan kalau cinta yang tulus adalah CINTA TANPA EKSPEKTASI, maka siapapun yang datang dan pergi dari teras hati saya, siapapun yang bersama saya dan meninggalkan saya, saya tidak akan sakit hati.
Namun, saya juga harus jeli membedakan mana tamu yang cintanya tulus dan mana yang hanya modus. Kalau cintanya tulus, saya akan mencintainya tanpa ekspektasi. Kata orang, cinta tanpa ekspektasi adalah tingkatan cinta paling tinggi, karena itu adalah salah satu bentuk KEPASRAHAN TOTAL. Bukan pasrah untuk mau dipermainkan, namun tidak sakit hati bila sang tamu mau pergi meninggalkan kita, tidak sakit hati bila ia sedang bertamu di rumah hati lain, bahkan menerima bila ia menjadi penghuni rumah hati lain. Artinya, dia memang diciptakan bukan untuk kita.
Semua hal ini mengajarkan saya untuk selalu melakukan yang TERBAIK, selalu melakukan hal setulus mungkin. Bila hubungan ini gagal, ini bukan salah saya, bukan pula salah dia. Namun ini adalah bagian dari RENCANA TUHAN agar kita PAHAM CINTA dan bersiap untuk menerima JODOH YANG SESUNGGUHNYA.
Pun ketika tamu lama kembali lagi, saya tetap menyambutnya. Mencintai tanpa ekspektasi telah membuat saya jauh lebih TENANG, lebih LEGA, dan lebih LOGIS menghadapi semuanya. Tidak lagi menatap dengan perasaan yang terlalu menggebu-gebu, tidak lagi berbahagia dengan BERLEBIHAN, tidak pula marah bila dia pergi. Bahkan semua terasa lebih NYAMAN dengan keadaan seperti ini. Kami bebas bercanda, bebas membully, bebas berkata-kata tanpa rasa jaim dan tanpa takut ada yang tersakiti. Saya lebih bebas menjadi diri saya sendiri, tanpa perlu saya tutup-tutupi lagi, tanpa perlu berpikir "Nanti dia ilfeel nggak ya?"
Bahkan ketika sang tamu menceritakan rumah barunya yang sedang dia singgahi, saya tidak marah, tidak cemburu berlebihan, tidak pula berbahagia di atas kesedihannya. Saya berharap dia bisa tersenyum, berharap dia akan bercerita bahwa dia nyaman di rumah barunya, berharap bahwa dia berbahagia dengan pilihannya. Jauh di dalam hati saya, saya tidak ingin dia disakiti, tidak ingin dia sedih, tidak ingin dia terbebani oleh tuntutan yang susah dia capai.
Saya tidak memusuhinya walaupun dia pernah membuat saya terjatuh. Karena walau bagaimanapun, dia orang yang pernah singgah di rumah hati saya. Walau bagaimanapun, dia orang yang sangat saya pahami perangai baik dan buruknya. Walau bagaimanapun, dia orang yang pernah saya sayangi sepenuh hati. Walau bagaimanapun, bahunya pernah menjadi tempat ternyaman bagi saya. Walau bagaimanapun, pengalaman dan peristiwa tentang kami TELAH MENDEWASAKAN hati, sikap dan pemikiran saya hingga tahap ini.
Mencintai tanpa ekspektasi membuat saya lebih fokus memperbaiki KUALITAS DIRI, fokus MENJADI YANG TERBAIK untuk siapapun yang akan menjadi teman penghuni rumah hati saya nanti.
Terus melangkah maju, sesekali menoleh ke belakang pun tak mengapa, lalu tersenyumlah. Sadarilah bahwa ia selalu INDAH pada waktunya. Ia INDAH sesuai masanya.
Sahabat saya berkata, "Berharaplah HANYA pada orang yang benar-benar mengharapkan kamu."