Wednesday, July 30, 2014

Biarkan Hati Mencari Rumahnya Sendiri

Bukan tentang menang atau kalah, tetapi tentang berjuang atau pasrah.

Dua puluh sembilan januari yang selalu menjadi saat yang dinanti, kini berganti. Bagai tak bernyawa lagi, rasa itu sudah mati. Bukan lagi tentang kami, hanya ada aku dan dia kini.

Semua sudah lenyap. Angin berhembus menghapus setiap rasa yang dulu pernah ada, bukan lupa akan ingatan peristiwanya. Jelas, tugas hati hanya bekerja atau mati, beda bila dibandingkan dengan tugas otak yang menyimpan jutaan memori untuk setiap kejadian yang dialami.

Lalu Tuhan mengabulkan doaku yang kupanjatkan dalam sepertiga malam yang sunyi. Membuat hati kembali bekerja lagi. Mengirimkan orang yang berbeda, namun membuatku merasakan jatuh cinta yang sama. Mengirimkan orang seperti yang aku minta, dengan segala sisi baik dan buruknya. Entah ini yang terbaik bagiku, atau Tuhan hanya mengujiku, aku tak tahu. Tugasku menikmati apa yang sudah Tuhan beri, menyayangi dengan pasti, berjuang sepenuh hati, dan berharap akhir yang indah bagi kami.

Kalau hanya untuk main-main, tinggalkan. Hanya yang punya komitmen masa depan yang patut diperjuangkan. Walaupun kadang gagal di tengah jalan. Yah, namanya juga kehidupan, tidak semua berakhir seperti apa yang kita inginkan. Sekarang dijalani saja pelan-pelan. Mantapkan hati dan pikiran.
Ingat, hubungan dewasa itu nggak instan. Ya, kan?